KOMUNIKASI VIRTUAL DAN KOMUNIKASI KLASIK

Komunikasi virtual.
Komunikasi yang dipahami sebagai virtual reality pada ruang lingkup {alam maya} dengan menggunakan internet. Komunikasi virtual sebenarnya dilakukan dengan cara representasi informasi digital yang bersifat diskrit.

Bagi yang ingin menambah pengetahuan atau memperdalam suatu keahlian , internet adalah salah satu tempat yang patut dilirik. Banyak sekali informasi yang dapat diperoleh di internet, baik dari situs yang memang menyajikan informasi mengenai hal tersebut, situs yang berisi jurnal , perpustakaan virtual, dll . Selain itu ternyata terdapat cukup banyak situs yang memberikan kursus gratis dengan beragam subyek, mulai dari yang berhubungan dengan internet dan komputer , misalnya membuat website, belajar windows NT, linux, dll sampai ke belajar membuat tulisan, automotive, bahasa, kerajinan tangan dll.

Komunikasi klasik
Teori komunikasi kontemporer yang merupakan perkembangan dari teori komunikasi klasik melihat fenomena komunikasi tidak fragmatis. Artinya, komunikasi dipandang sebagai sesuatu yang kompleks-tidak sesederhana yang dipahami dalam teori komunikasi klasik
Salah satu teori komunikasi klasik yang sangat mempengaruhi teori-teori komunikasi selanjutnya adalah teori informasi atau teori matematis. Teori ini merupakan bentuk penjabaran dari karya Claude Shannon dan Warren Weaver (1949, Weaver. 1949 b), Mathematical Theory of Communication.Teori ini melihat komunikasi sebagai fenomena mekanistis, matematis, dan informatif: komunikasi sebagai transmisi pesan dan bagaimana transmitter menggunakan saluran dan media komunikasi. Ini merupakan salah satu contoh gamblang dari mazhab proses yang mana melihat kode sebagai sarana untuk mengonstruksi pesan dan menerjemahkannya (encoding dan decoding). Titik perhatiannya terletak pada akurasi dan efisiensi proses. Proses yang dimaksud adalah komunikasi seorang pribadi yang bagaimana ia mempengaruhi tingkah laku atau state of mind pribadi yang lain. Jika efek yang ditimbulkan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, maka mazhab ini cenderung berbicara tentang kegagalan komunikasi. Ia melihat ke tahap-tahap dalam komunikasi tersebut untuk mengetahui di mana letak kegagalannya. Selain itu, mazhab proses juga cenderung mempergunakan ilmu-ilmu sosial, terutama psikologi dan sosiologi, dan cenderung memusatkan dirinya pada tindakan komunikasi.
Jika dianalogikan dengan pesawat telepon, salurannya adalah kabel, sinyalnya adalah arus listrik di dalamnya, dan transmitter dan penerimanya adalah pesawat telepon. Dalam percakapan, mulut adalah transmitternya, sedangkan gelombang suara yang ke luar melalui saluran udara adalah sinyalnya, dan telinga adalah penerimanya.Shannon dan Weaver membuat model komunikasi yang dilihat sebagai proses linear yang sangat sederhana. Karakteristik kesederhanaanya ini menonjol dengan jelas. Mereka menyoroti masalah-masalah komunikasi (penyampaian pesan) berdasarkan tingkat kecermatannya.Sebagaimana yang dipakai dalam teori komunikasi informasi atau matematis, konsep tidak mengacu pada makna, akan tetapi hanya memfokuskan titik perhatiannya pada banyaknya stimulus atau sinyal
Hubungan antara komunikasi virtual dengan komunikasi klasik punya hubungan yang sangat erat dimana kedua komunikasi tersebut sama-sama memberikan informasi dan mampu membantu kegiatan manusia dalam menyampaikan pesan, hanya saja yang menjadi perbedaannya adalah cara pemakain yang berbeda.
Komunitas virtual
Community atau komunitas, seperti hal nya yang kita jumpai di dunia nyata, adalah sekumpulan individu yang memiliki minat yang sama. Sebuah komunitas biasanya terbentuk karena memiliki kebutuhan yang sama (atau tidak) pada sebuah minat tertentu. Sebuah komunitas atau club atau kelompok atau geng biasanya diawali dengan ngumpul bareng. Dimulai dengan beberapa orang (minimal 2 orang) yang saling kenal, memiliki minat yang sama, dan kemudian berkembang dan bertambah banyak anggota nya.
Apa yang membedakan komunitas dunia nyata dan dunia virtual?
Bila pada komunitas dunia nyata paling tidak orang-orang yang mengawali adanya komunitas itu harus bertemu, sedangkan di komunitas virtual orang-orang tersebut tidak perlu bertatap muka. Bahkan tidak perlu saling kenal dekat terlebih dahulu. Yang dibutuhkan hanya kesamaan minat dan alamat email (sebagai media berkomunikasi).
Keadaan nya pun kadang terbalik, kalau komunitas non-virtual mengawali berdirinya dengan pertemuan, komunitas virtual lebih sering pertemuan atau kopi darat itu justru terjadi setelah komunitas virtual tersebut berdiri dan menjadi akrab satu sama lain.
Kebutuhan bertemu itu justru muncul karena dirasa setelah sekian lama komunitas virtual itu berjalan tapi sesama mereka tidak tahu ‘bentuk’ masing-masing anggota. Karena itu lah kemudian diadakan gathering-gathering.
Kalau ingin dilihat darimana dimulai nya komunitas virtual ini, sejarah nya dimulai saat (tetap saja) dari komunitas non-virtual yang mencoba berkomunikasi melalui media email. Salah satu tools dari internet adalah mailing list. Yaitu proses berkiriman surat melalui 1 account email.
Kesimpulan
Virtual Community adalah kumpulan orang-orang yang memiliki kesamaan minat yang terbentuk pada dunia virtual (internet).
Kepercayaan seseorang terhadap virtual community sangat besar
Komunitas sosiologis
Simbolisasi, tata cara, aturan, liturgi, atribut, jubah, kelompok, metode, hanyalah fakta dan fenomena sosial yang terjadi. Sayangnya, justru fenomena sosial inilah yang mudah dikenali. Fenomena sosial ini lebih sering dipahami dan cenderung dibuat rancu sebagai ajaran normatif kelompok. Akibatnya, ketika seseorang mencoba melakukan analisis kritis, dia dia dianggap melecehkan dan mendekonstruksi suatu kelompok.
Hal ini juga terjadi pada fenomena sosial dalam kelompok keagamaan. ketika mengkritik suatu pemikiran sosial yang berlabelkan agama, kita bisa-bisa juga dianggap merusak agama. Padahal, dalam sosiologi, kita hanya melihat kelompok sebagai fenomena sosial, termasuk kelompok yang menamakan dirinya agama.
Kegagalan ini tidak lepas karena kurang memperhatikan perspektif sosiologis dalam memahami masyarakat. Perspektifnya selalu normatif, dogmatis, dan tekstualis. Inilah juga yang mungkin menyebabkan kehadiran suatu kelompok tidak jarang kehilangan makna relevansinya.
Di sinilah pentingnya memahami sosiologi kelompok (termasuk agama) supaya kita bisa memilah-milah mana yang merupakan dogma dan doktrin serta mana yang merupakan konteks dari konstruksi sosial umat. Sosiologi kelompok, termasuk sosiologi agama, mengajak kita mempelajari sosiologi komunitas masyarakat; bagaimana mereka mengonstruksi kelompoknya dan sebaliknya bagaimana kelompok itu mengonstruksi masyarakat.
Dengan demikian, ketika kita merayakan peristiwa kehidupan, atau memproklamirkan sebagai bagian dari kelompok tertentu, mari hadirkan esensi keberadaannya. Bukan atribut peristiwa yang perlu diceritakan, karena narasi ini semua orangpun bisa mengambarkannya, tetapi apa yang terjadi bagi diri ini ketika mengalami peristiwa itu. Apa yang kita dapatkan ketika.
Selengkapnya...